Minggu, 02 Oktober 2011

K3

Hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan instrumen yang memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan ma-syarakat sekitar dari bahaya akibat kecelakaan kerja. Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi oleh perusahaan. K3 bertujuan mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan risiko kecelakaan kerja (zero accident). Penerapan konsep ini tidak boleh dianggap sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang menghabiskan banyak biaya (cost) perusahaan, melainkan harus dianggap sebagai bentuk investasi jangka panjang yang memberi keuntungan yang berlimpah pada masa yang akan datang.
Bagaimana K3 dalam perspektif hukum? Ada tiga aspek utama hukum K3 yaitu norma keselamatan, kesehatan kerja, dan kerja nyata. Norma keselamatan kerja merupakan sarana atau alat untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang tidak diduga yang disebabkan oleh kelalaian kerja serta lingkungan kerja yang tidak kondusif. Konsep ini diharapkan mampu menihilkan kecelakaan kerja sehingga mencegah terjadinya cacat atau kematian terhadap pekerja, kemudian mencegah terjadinya kerusakan tempat dan peralatan kerja. Konsep ini juga mencegah pencemaran lingkungan hidup dan masyarakat sekitar tempat kerja.Norma kesehatan kerja diharapkan menjadi instrumen yang mampu menciptakan dan memelihara derajat kesehatan kerja setinggi-tingginya.
K3 dapat melakukan pencegahan dan pemberantasan penyakit akibat kerja, misalnya kebisingan, pencahayaan (sinar), getaran, kelembaban udara, dan lain-lain yang dapat menyebabkan kerusakan pada alat pendengaran, gangguan pernapasan, kerusakan paru-paru, kebutaan, kerusakan jaringan tubuh akibat sinar ultraviolet, kanker kulit, kemandulan, dan lain-lain. Norma kerja berkaitan dengan manajemen perusahaan. K3 dalam konteks ini berkaitan dengan masalah pengaturan jam kerja, shift, kerja wanita, tenaga kerja kaum muda, pengaturan jam lembur, analisis dan pengelolaan lingkungan hidup, dan lain-lain. Hal-hal tersebut mempunyai korelasi yang erat terhadap peristiwa kecelakaan kerja.
Eksistensi K3 sebenarnya muncul bersamaan dengan revolusi industri di Eropa, terutama Inggris, Jerman dan Prancis serta revolusi industri di Amerika Serikat. Era ini ditandai adanya pergeseran besar-besaran dalam penggunaan mesin-mesin produksi menggantikan tenaga kerja manusia. Pekerja hanya berperan sebagai operator. Penggunaan mesin-mesin menghasilkan barang-barang dalam jumlah berlipat ganda dibandingkan dengan yang dikerjakan pekerja sebelumnya. Revolusi IndustriNamun, dampak penggunaan mesin-mesin adalah pengangguran serta risiko kecelakaan dalam lingkungan kerja. Ini dapat menyebabkan cacat fisik dan kematian bagi pekerja. Juga dapat menimbulkan kerugian material yang besar bagi perusahaan. Revolusi industri juga ditandai oleh semakin banyak ditemukan senyawa-senyawa kimia yang dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan fisik dan jiwa pekerja (occupational accident) serta masyarakat dan lingkungan hidup.
Pada awal revolusi industri, K3 belum menjadi bagian integral dalam perusahaan. Pada era in kecelakaan kerja hanya dianggap sebagai kecelakaan atau resiko kerja (personal risk), bukan tanggung jawab perusahaan. Pandangan ini diperkuat dengan konsep common law defence (CLD) yang terdiri atas contributing negligence (kontribusi kelalaian), fellow servant rule (ketentuan kepegawaian), dan risk assumption (asumsi resiko) . Kemudian konsep ini berkembang menjadi employers liability yaitu K3 menjadi tanggung jawab pengusaha, buruh/pekerja, dan masyarakat umum yang berada di luar lingkungan kerja.Dalam konteks bangsa Indonesia, kesadaran K3 sebenarnya sudah ada sejak pemerintahan kolonial Belanda. Misalnya, pada 1908 parlemen Belanda mendesak Pemerintah Belanda memberlakukan K3 di Hindia Belanda yang ditandai dengan penerbitan Veiligheids Reglement, Staatsblad No. 406 Tahun 1910. Selanjutnya, pemerintah kolonial Belanda menerbitkan beberapa produk hukum yang memberikan perlindungan bagi keselamatan dan kesehatan kerja yang diatur secara terpisah berdasarkan masing-masing sektor ekonomi. Beberapa di antaranya yang menyangkut sektor perhubungan yang mengatur lalu lintas perketaapian seperti tertuang dalam Algemene Regelen Betreffende de Aanleg en de Exploitate van Spoor en Tramwegen Bestmend voor Algemene Verkeer in Indonesia (Peraturan umum tentang pendirian dan perusahaan Kereta Api dan Trem untuk lalu lintas umum Indonesia) dan Staatblad 1926 No. 334, Schepelingen Ongevallen Regeling 1940 (Ordonansi Kecelakaan Pelaut), Staatsblad 1930 No. 225, Veiligheids Reglement (Peraturan Keamanan Kerja di Pabrik dan Tempat Kerja), dan sebagainya. Kepedulian Tinggi Pada awal zaman kemerdekaan, aspek K3 belum menjadi isu strategis dan menjadi bagian dari masalah kemanusiaan dan keadilan. Hal ini dapat dipahami karena Pemerintahan Indonesia masih dalam masa transisi penataan kehidupan politik dan keamanan nasional. Sementara itu, pergerakan roda ekonomi nasional baru mulai dirintis oleh pemerintah dan swasta nasional.
K3 baru menjadi perhatian utama pada tahun 70-an searah dengan semakin ramainya investasi modal dan pengadopsian teknologi industri nasional (manufaktur). Perkembangan tersebut mendorong pemerintah melakukan regulasi dalam bidang ketenagakerjaan, termasuk pengaturan masalah K3. Hal ini tertuang dalam UU No. 1 Tahun 1070 tentang Keselamatan Kerja, sedangkan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan sebelumnya seperti UU Nomor 12 Tahun 1948 tentang Kerja, UU No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja tidak menyatakan secara eksplisit konsep K3 yang dikelompokkan sebagai norma kerja.Setiap tempat kerja atau perusahaan harus melaksanakan program K3. Tempat kerja dimaksud berdimensi sangat luas mencakup segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan tanah, dalam air, di udara maupun di ruang angkasa.
Pengaturan hukum K3 dalam konteks di atas adalah sesuai dengan sektor/bidang usaha. Misalnya, UU No. 13 Tahun 1992 tentang Perkerataapian, UU No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), UU No. 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan beserta peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya. Selain sekor perhubungan di atas, regulasi yang berkaitan dengan K3 juga dijumpai dalam sektor-sektor lain seperti pertambangan, konstruksi, pertanian, industri manufaktur (pabrik), perikanan, dan lain-lain.Di era globalisasi saat ini, pembangunan nasional sangat erat dengan perkembangan isu-isu global seperti hak-hak asasi manusia (HAM), lingkungan hidup, kemiskinan, dan buruh. Persaingan global tidak hanya sebatas kualitas barang tetapi juga mencakup kualitas pelayanan dan jasa. Banyak perusahaan multinasional hanya mau berinvestasi di suatu negara jika negara bersangkutan memiliki kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan hidup. Juga kepekaan terhadap kaum pekerja dan masyarakat miskin. Karena itu bukan mustahil jika ada perusahaan yang peduli terhadap K3, menempatkan ini pada urutan pertama sebagai syarat investasi.


Kesehatan dan Keselamatan Kerja Perkantoran
PENDAHULUAN

Di era golbalisasi menuntut pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di setiap tempat kerja termasuk di sektor kesehatan. Untuk itu kita perlu mengem-bangkan dan meningkatkan K3 disektor kesehatan dalam rangka menekan serendah mungkin risiko kecelakaan dan penyakit yang timbul akibat hubungan kerja, serta meningkatkan produktivitas dan efesiensi.
Dalam pelaksanaan pekerjaan sehari-hari karyawan/pekerja di sektor kesehatan tidak terkecuali di Rumah Sakit maupun perkantoran, akan terpajan dengan resiko bahaya di tempat kerjanya. Resiko ini bervariasi mulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat tergantung jenis pekerjaannya.
Dari hasil penelitian di sarana kesehatan Rumah Sakit, sekitar 1.505 tenaga kerja wanita di Rumah Sakit Paris mengalami gangguan muskuloskeletal (16%) di mana 47% dari gangguan tersebut berupa nyeri di daerah tulang punggung dan pinggang. Dan dilaporkan juga pada 5.057 perawat wanita di 18 Rumah Sakit didapatkan 566 perawat wanita adanya hubungan kausal antara pemajanan gas anestesi dengan gejala neoropsikologi antara lain berupa mual, kelelahan, kesemutan, keram pada lengan dan tangan.
Di perkantoran, sebuah studi mengenai bangunan kantor modern di Singapura dilaporkan bahwa 312 responden ditemukan 33% mengalami gejala Sick Building Syndrome (SBS). Keluhan mereka umumnya cepat lelah 45%, hidung mampat 40%, sakit kepala 46%, kulit kemerahan 16%, tenggorokan kering 43%, iritasi mata 37%, lemah 31%.
Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 23 mengenai kesehatan kerja disebutkan bahwa upaya kesehatan kerja wajib diseleng-garakan pada setiap tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai resiko bahaya kesehatan yang besar bagi pekerja agar dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya, untuk memperoleh produktivitas kerja yang optimal, sejalan dengan program perlindungan tenaga kerja.
HAL-HAL YANG BERHUBUNGAN PELAKSANAAN K3 PERKANTORAN
Ada beberapa hal penting yang harus mendapatkan perhatian sehubungan dengan pelaksanaan K3 perkantoran, yang pada dasarnya harus memperhatikan 2 (dua) hal yaitu indoor dan outdoor, yang kalau diurai seperti dibawah ini :
Konstruksi gedung beserta perlengkapannya dan operasionalisasinya terhadap bahaya kebakaran serta kode pelaksanaannya.
jaringan elektrik dan komunikasi.
kualitas udara.
kualitas pencahayaan.
Kebisingan.
Display unit (tata ruang dan alat).
Hygiene dan sanitasi.
Psikososial.
Pemeliharaan.
Penggunaan Komputer.
PERMASALAHAN DAN REKOMENDASI
Konstruksi gedung :
Disain arsitektur (aspek K3 diperhatikan mulai dari tahap perencanaan).
Seleksi material, misalnya tidak menggunakan bahan yang membahayakan seperti asbes dll.
Seleksi dekorasi disesuaikan dengan asas tujuannya misalnya penggunaan warna yang disesuaikan dengan kebutuhan.
Tanda khusus dengan pewarnaan kontras/kode khusus untuk objek penting seperti perlengkapan alat pemadam kebakaran, tangga, pintu darurat dll. (peta petunjuk pada setiap ruangan/unit kerja/tempat yang strategis misalnya dekat lift dll, lampu darurat menuju exit door).
Kualitas Udara :
Kontrol terhadap temperatur ruang dengan memasang termometer ruangan.
Kontrol terhadap polusi
Pemasangan "Exhaust Fan" (perlindungan terhadap kelembaban udara).
Pemasangan stiker, poster "dilarang merokok".
Sistim ventilasi dan pengaturan suhu udara dalam ruang (lokasi udara masuk, ekstraksi udara, filtrasi, pembersihan dan pemeliharaan secara berkala filter AC) minimal setahun sekali, kontrol mikrobiologi serta distribusi udara untuk pencegahan penyakit "Legionairre Diseases ".
Kontrol terhadap linkungan (kontrol di dalam/diluar kantor).
Misalnya untuk indoor: penumpukan barang-barang bekas yang menimbulkan debu, bau dll.
Outdoor: disain dan konstruksi tempat sampah yang memenuhi syarat kesehatan dan keselamatan, dll.
Perencanaan jendela sehubungan dengan pergantian udara jika AC mati.
Pemasangan fan di dalam lift.
Kualitas Pencahayaan (penting mengenali jenis cahaya) :
Mengembangkan sistim pencahayaan yang sesuai dengan jenis pekerjaan untuk membantu menyediakan lingkungan kerja yang sehat dan aman. (secara berkala diukur dengan Luxs Meter)
Membantu penampilan visual melalui kesesuaian warna, dekorasi dll.
Menegembangkan lingkungan visual yang tepat untuk kerja dengan kombinasi cahaya (agar tidak terlalu cepat terjadinya kelelahan mata).
Perencanaan jendela sehubungan dengan pencahayaan dalam ruang.
Penggunaan tirai untuk pengaturan cahaya dengan memperhatikan warna yang digunakan.
Penggunaan lampu emergensi (emergency lamp) di setiap tangga.
Jaringan elektrik dan komunikasi (penting agar bahaya dapat dikenali) :
Internal
Over voltage
Hubungan pendek
Induksi
Arus berlebih
Korosif kabel
Kebocoran instalasi
Campuran gas eksplosif
Eksternal
Faktor mekanik.
Faktor fisik dan kimia.
Angin dan pencahayaan (cuaca)
Binatang pengerat bisa menyebabkan kerusakan sehingga terjadi hubungan pendek.
Manusia yang lengah terhadap risiko dan SOP.
Bencana alam atau buatan manusia.
Rekomendasi
Penggunaan central stabilizer untuk menghindari over/under voltage.
Penggunaan stop kontak yang sesuai dengan kebutuhan (tidak berlebihan) hal ini untuk menghindari terjadinya hubungan pendek dan kelebihan beban.
Pengaturan tata letak jaringan instalasi listrik termasuk kabel yang sesuai dengan syarat kesehatan dan keselamatan kerja.
Perlindungan terhadap kabel dengan menggunakan pipa pelindung.
Kontrol terhadap kebisingan :
Idealnya ruang rapat dilengkapi dengan dinding kedap suara.
Di depan pintu ruang rapat diberi tanda " harap tenang, ada rapat ".
Dinding isolator khusus untuk ruang genset.
Hak-hal lainnya sudah termasuk dalam perencanaan konstruksi gedung dan tata ruang.
Display unit (tata ruang dan letak) :
Petunjuk disain interior supaya dapat bekerja fleksibel, fit, luas untuk perubahan posisi, pemeliharaan dan adaptasi.
Konsep disain dan dan letak furniture (1 orang/2 m²).
Ratio ruang pekerja dan alat kerja mulai dari tahap perencanaan.
Perhatikan adanya bahaya radiasi, daerah gelombang elektromagnetik.
Ergonomik aspek antara manusia dengan lingkungan kerjanya.
Tempat untuk istirahat dan shalat.
Pantry dilengkapi dengan lemari dapur.
Ruang tempat penampungan arsip sementara.
Workshop station (bengkel kerja).
Hygiene dan Sanitasi :
Ruang kerja
Memelihara kebersihan ruang dan alat kerja serta alat penunjang kerja.
Secara periodik peralatan/penunjang kerja perlu di up grade.
Toilet/Kamar mandi
Disediakan tempat cuci tangan dan sabun cair.
Membuat petunjuk-petunjuk mengenai penggunaan closet duduk, larangan berupa gambar dll.
Penyediaan bak sampah yang tertutup.
Lantai kamar mandi diusahakan tidak licin.
Kantin
Memperhatikan personal hygiene bagi pramusaji (penggunaan tutup kepala, celemek, sarung tangan dll).
Penyediaan air mengalir dan sabun cair.
Lantai tetap terpelihara.
Penyediaan makanan yang sehat dan bergizi seimbang. Pengolahannya tidak menggunakan minyak goreng secara berulang.
Penyediaan bak sampah yang tertutup.
Secara umum di setiap unit kerja dibuat poster yang berhubungan dengan pemeliharaan kebersihan lingkungan kerja.
Psikososial
Petugas keamanan ditiap lantai.
Reporting system (komunikasi) ke satuan pengamanan.
Mencegah budaya kekerasan ditempat kerja yang disebabkan oleh :
Budaya nrimo.
Sistem pelaporan macet.
Ketakutan melaporkan.
Tidak tertarik/cuek dengan lingkungan sekitar.
Semua hal diatas dapat diatasi melalui pembinaan mental dan spiritual secara berkala minimal sebulan sekali.
Penegakan disiplin ditempat kerja.
Olah raga di tempat kerja, sebelum memulai kerja.
Menggalakkan olah raga setiap jumat.
Pemeliharaan
Melakukan walk through survey tiap bulan/triwulan atau semester, dengan memperhitungkan risiko berdasarkan faktor-faktor konsekuensi, pajanan dan kemungkinan terjadinya.
Melakukan corrective action apabila ada hal-hal yang tidak sesuai dengan ketentuan.
Pelatihan tanggap darurat secara periodik bagi pegawai.
Pelatihan investigasi terhadap kemungkinan bahaya bom/kebakaran/demostrasi/ bencana alam serta Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) bagi satuan pengaman.
Aspek K3 perkantoran (tentang penggunaan komputer)
Pergunakan komputer secara sehat, benar dan nyaman :
Hal-hal yang harus diperhatikan :
Memanfaatkan kesepuluh jari.
Istirahatkan mata dengan melihat kejauhan setiap 15-20 menit.
Istirahat 5-10 menit tiap satu jam kerja.
Lakukan peregangan.
Sudut lampu 45º.
Hindari cahaya yang menyilaukan, cahaya datang harus dari belakang.
Sudut pandang 15º, jarak layar dengan mata 30 – 50 cm.
Kursi ergonomis (adjusted chair).
jarak meja dengan paha 20 cm
Senam waktu istirahat.
Rekomendasi
Perlu membuat leaflet/poster yang berhubungan dengan penggunaan komputer disetiap unit kerja.
Mengusulkan pada Pusat Promosi Kesehatan untuk membuat poster/leaflet.
Penggunaan komputer yang bebas radiasi (Liquor Crystal Display).

PENUTUP
Dalam pelaksanaan K3 perkantoran perlu memperhatikan 2(dua) hal penting yakni indoor dan outdoor. Baik perhatian terhadap konstruksi gedung beserta perlengkapannya dan operasionalisasinya terhadap bahaya kebakaran serta kode pelaksanannya maupun terhadap jaringan elektrik dan komunikasi, kualitas udara, kualitas pencahayaan, kebisingan, display unit (tata ruang dan alat), hygiene dan sanitasi, psikososial, pemeliharaan maupun aspek lain mengenai penggunaan komputer.
Hal diatas tidak hanya meningkatkan dari sisi kesehatan maupun sisi keselamatan karyawan/pekerja dalam melakukan pekerjaan di tempat kerjanya.
Harapannya rekomendasi ini dapat dijadikan sebagai acuan ataupun perbandingan dalam rangka meningkatkan pelaksanaan K3 khususnya di perkantoran.

HSE
HSE (Health, Safety, Environment,) atau di beberapa perusahaan juga disebut EHS, HES, SHE, K3LL (Keselamatan & Kesehatan Kerja dan Lindung Lingkungan) dan SSHE (Security, Safety, Health, Environment). Semua itu adalah suatu Departemen atau bagian dari Struktur Organisasi Perusahaan yang mempunyai fungsi pokok terhadap implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) mulai dari Perencanaan, Pengorganisasian, Penerapan dan Pengawasan serta Pelaporannya. Sementara, di Perusahaan yang mengeksploitasi Sumber Daya Alam ditambah dengan peran terhadap Lingkungan (Lindungan Lingkungan).

Membicarakan HSE bukan sekedar mengetengahkan Issue seputar Hak dan Kewajiban, tetapi juga berdasarkan Output, yaitu korelasinya terhadap Produktivitas Keryawan. Belum lagi antisipasi kecelakaan kerja apabila terjadi Kasus karena kesalahan prosedur ataupun kesalahan pekerja itu sendiri (naas).

Dasar Hukum
Ada minimal 53 dasar hukum tentang K3 dan puluhan dasar hukum tentang Lingkungan yang ada di Indonesia. Tetapi, ada 4 dasar hukum yang sering menjadi acuan mengenai K3 yaitu:
Pertama, dalam Undang-Undang (UU) No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja, disana terdapat Ruang Lingkup Pelaksanaan, Syarat Keselamatan Kerja, Pengawasan, Pembinaan, Panitia Pembina K-3, Tentang Kecelakaan, Kewajiban dan Hak Tenaga Kerja, Kewajiban Memasuki Tempat Kerja, Kewajiban Pengurus dan Ketentuan Penutup (Ancaman Pidana). Inti dari UU ini adalah, Ruang lingkup pelaksanaan K-3 ditentukan oleh 3 unsur:
Adanya Tempat Kerja untuk keperluan suatu usaha,
Adanya Tenaga Kerja yang bekerja di sana
Adanya bahaya kerja di tempat itu.
Dalam Penjelasan UU No. 1 tahun 1970 pasal 1 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2918, tidak hanya bidang Usaha bermotif Ekonomi tetapi Usaha yang bermotif sosial pun (usaha Rekreasi, Rumah Sakit, dll) yang menggunakan Instalasi Listrik dan atau Mekanik, juga terdapat bahaya (potensi bahaya tersetrum, korsleting dan kebakaran dari Listrik dan peralatan Mesin lainnya).
Kedua, UU No. 21 tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention No. 81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce (yang mana disahkan 19 Juli 1947). Saat ini, telah 137 negara (lebih dari 70%) Anggota ILO meratifikasi (menyetujui dan memberikan sanksi formal) ke dalam Undang-Undang, termasuk Indonesia . Ada 4 alasan Indonesia meratifikasi ILO Convention No. 81 ini, salah satunya adalah point 3 yaitu baik UU No. 3 Tahun 1951 dan UU No. 1 Tahun 1970 keduanya secara eksplisit belum mengatur Kemandirian profesi Pengawas Ketenagakerjaan serta Supervisi tingkat pusat (yang diatur dalam pasal 4 dan pasal 6 Konvensi tersebut) – sumber dari Tambahan Lembaran Negara RI No. 4309.
Ketiga, UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya Paragraf 5 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja, pasal 86 dan 87. Pasal 86 ayat 1berbunyi: “Setiap Pekerja/ Buruh mempunyai Hak untuk memperoleh perlindungan atas (a) Keselamatan dan Kesehatan Kerja.”
Aspek Ekonominya adalah Pasal 86 ayat 2: ”Untuk melindungi keselamatan Pekerja/ Buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja.”
Sedangkan Kewajiban penerapannya ada dalam pasal 87: “Setiap Perusahaan wajib menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang terintegrasi dengan Sistem Manajemen Perusahaan.”
Keempat, Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen K3. Dalam Permenakertrans yang terdiri dari 10 bab dan 12 pasal ini, berfungsi sebagai Pedoman Penerapan Sistem Manajemen K-3 (SMK3), mirip OHSAS 18001 di Amerika atau BS 8800 di Inggris.

Pelanggaran ITE

Farah 18 tahun tersangka kasus pelanggaran UU ITE pasal 27 ayat 3 tentang penghinaan atau pencemaran nama baik. Isi pasal 27 ayat 3 yaitu Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Farah menggunakan facebook ujang untuk menghina Felly karena hal tersebut Ujang terlapor menjadi tersangka pada kapolsek Bogor.

Pengertian ITE

ITE adalah kependekan dari Informasi Transaksi Elektronik. ITE mempunyai pengertian yang terdiri dari dua yaitu Informasi dan Transaksi Elektronik. Pengertian ITE menurut Undang-Undang ITE itu tak lain daripada para pengguna sarana elektronik yang akan memanfaatkan sarana itu untuk mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, sekalipun bukan para pengguna ini yang bisa dituntut sebagai pembuat informasi/dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik itu. Karena para pengguna sarana elektronik ini bukan pencipta informasi/dokumen elektronik yang bermuatan penghinaan da/atau pencemaran nama baik, akankah mereka ini dituntut sebagai pelaku kejahatan (dader) ataukah “hanya” sebagai penyerta (mededader) atau “cuma” sebagai pembantu pelaku kejahatan (medepleger). ITE memberi kekuatan hukum bagi penggunaan informasi elektronik sebagai alat bukti yang sah dalam berbagai peraturan yang ada seperti KUHP.”
1. Informasi Elektronika dalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan,foto,electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya,huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidakterbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail),telegram, teleks,telecopy atau sejenisnya.
2. Transaksi Elektronik adalah perbuatan hokum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.
3. Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi.
4. Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik

Pelanggaran HAKI

Contoh Pelanggaran HAKI


JAKARTA. PT Prudential Life Assurance, Tbk (Prudential Indonesia) saat ini sedang terganjal kasus hukum. Perusahaan asuransi asal Inggris ini tengah digugat di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat oleh perusahaan konsultan dari negeri Paman Sam, The Institute for Motivational Living Inc lantaran dituding telah melakukan pelanggaran hak cipta.
The Institiute for Motivational Living mempermasalahkan sebuah modul yang telah digunakan oleh Prudential yang berjudul "Mengenai Tipe & Karakter Manusia Melalui: DISC Profile (what, why, how). Modul tersebut dinilai secara subtansial dan khas sama dengan hasil ciptaanya yakni dengan judul Understanding Your Personality Style Power Point dan Person to Person. "Meski bentuk dan isinya telah diubah sedemikian rupa namun secara subtansial dan khas merupakan ciptaan kami," kata Heru Muzaki, kuasa hukum The Institute for Motivational Living, Minggu (7/11).
Heru menjelaskan bahwa materi ciptaan sudah dibuat The Institute for Motivational Living sejak tahun 2000. Bahkan hak cipta atas materi ciptaan Understanding Your Personality Style Power Point dan Person to Person itu sudah terdaftar dan mendapatkan sertifikatnya di negeri Paman Sam. Materi ini sudah menyebar ke berbagai negara. Di Indonesia sendiri, materi ciptaan ini sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia pada tahun 2003.
Tahun 2009, The Institute for Motivational Living mendengarkan kabar bahwa ada pelanggaran hak cipta atas materi ciptaanya. Prudential menggunakan modul Mengenai Tipe & Karakter Manusia Melalui: DISC Profile tersebut untuk pelatihan yang diadakan oleh PruSales Academy.
The Institute for Motivational Living menilai kegiatan pelatihan itu bersifat komersil lantaran untuk melatih agen-agen untuk dapat menjual produk asuransi secara maksimal. "Prudential memperbolehkan peserta pelatihan memperbanyak secara gratis dan dalam modul itu tidak dicantumkan nama kami selaku pemegang hak cipta," ujarnya.
Atas perihal ini, The Institute for Motivational Living sempat tiga kali mengirimkan somasi dalam rentan waktu bulan Juli sampai September 2010. Namun sampai gugatan ini dilayangkan pada 1 Oktober lalu ke Pengadilan belum mendapatkan hasil yang memuaskan. "Memang sudah ada pembicaraan tapi belum menemukan titik temu" jelasnya.
Dalam gugatannya, The Institute for Motivational Living mengklaim tidak mendapatkan manfaat yang sebenarnya dari hasil materi ciptaannya. Makanya, The Institute for Motivational Living menuntut ganti rugi baik materiil maupun materiil sebesar US$1,190 juta kepada Prudential.
Tidak hanya itu. The Institute for Motivational Living meminta Majelis Hakim untuk menghukum Prudential dengan membuat pengumuman di dua media nasional yang isinya meminta kepada pihak-pihak yang memiliki modul untuk mengembalikannya ke The Institute for Motivational Living atau memusnahkan modul tersebut.
Nini Sumohandoyo, Corporate Marketing Communications Director PT Prudential belum dapat memberikan komentarnya terkait gugatan The Institute for Motivational Living. Nini menegaskan, bahwa sejauh ini pihaknya tengah berupaya untuk menyelesaikan sengketa ini secara baik. "Permasalahan ini masih terus diupayakan untuk diselesaikan secara baik oleh para pengacara kami" ucapnya.
Tanggapan saya adalah tidak hanya di Indonesia saja bahkan diluar negeri pun banyak yang menjiplak hasil karya atau ide orang lain walaupun secara subtansial sama. Namun dalam kasus ini, semua pihak yang bersangkutan harus menelaah keasliaan karya atau ide tersebut dan telah mendapatkan izin dari pihak yang menangani HAKI.

Undang - Undang HAKI

Pendahuluan
 
Diberlakukannya perjanjian TRIPs (Trade Related Aspects of IntellectualProperty Right) pada tanggal 1 Januari 2000 memberikan harapan adanya perlindungan bagi berbagai produk intelektual dari upaya pelanggaran hak atas produk yang dihasilkan baik oleh individu maupun suatu korporasi dalam bidang industri dan perdagangan dalam upaya menjaga pelanggaran hak atas keaslian karya cipta yang menyangkut Hak Cipta, Merek, Paten, Desain Produk, Rahasia Dagang dan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
Indonesia sebagai salah satu negara yang telah meratifikasi TRIPs sebenarnya telah memberikan landasan hukum bagi perlindungan HaKI melalui 3 (tiga) Undang-undang di bidang HaKI yang dikeluarkan pada tahun l997, yaitu :
1. Undang Undang Nomor 12 Tahun l997 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 6 Tahun l982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang nomor 7 Tahun l987
2. Undang Undang nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang Undang nomor 6 Tahun l989 tentang Paten
3. Undang Undang nomor 14 Tahun l997 tentang Perubahan atas Undang Undang nomor 19 Tahun l992 Dan ada 3 (tiga) Undang Undang lagi yang dikeluarkan pada akhir Tahun 2000, yaitu :
1. Undang Undang nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang
2. Undang Undang nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Produk
3. Undang Undang nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
Undang Undang tersebut dimaksudkan untuk memberikan rasa aman bagi kalangan industri dan perdagangan, namun hingga saat ini berbagai masalah di bidang HaKI masih saja terjadi.
Ada dua alasan mengapa HaKI perlu dilindungi oleh hukum. Pertama, alasan non ekonomis dan kedua alasan ekonomis. Alasan yang bersifat non ekonomis menyatakan bahwa perlindungan hukum akan memacu mereka yang menghasilkan karya-karya intelektual tersebut untuk terus melakukan kreativitas intelektual. Hal ini akan meningkatkan “self actualization” pada diri manusia. Bagi masyarakat hal ini akan berguna untuk meningkatkan perkembangan kehidupan mereka, sedangkan alasan yang bersifat ekonomis adalah dengan melindungi mereka yang melahirkan karya intelektual tersebut, berarti yang melahirkan karya tersebut mendapatkan keuntungan materiil dari karya-karyanya. Di lain pihak melindungi mereka dari adanya peniruan, pembajakan, penjiplakan maupun perbuatan curang lainnya yang dilakukan oleh orang lain atas karyakarya mereka yang berhak.
Hak atas Kekayaan Intelektual mencakup karya-karya yang dihasilkan oleh manusia yang terdiri dari karya-karya di bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, sehingga dapat dibagi menjadi: 1) Hak Cipta; 2) Merek; 3) Paten; 4) Desain Produk; 5) Rahasia Dagang; 6) Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu Dalam penulisan ini akan dijelaskan mengenai 3 Undang-undang saja, yaitu : Hak Cipta, Merek dan Paten.
a. Hak Cipta (Copy Right), Perkataan Hak Cipta terdiri dari 2 (dua) kata, yaitu hak dan cipta, kata hak sering dikaitkan dengan kewajiban yang merupakan suatu kewenangan yang diberikan kepada pihak tertentu yang sifatnya bebas untuk digunakan atau tidak, sedangkan kata cipta diartikan sebagai hasil kreasi manusia dengan
menggunakan sumber daya yang ada padanya berupa pikiran, perasaan, pengetahuan dan pengalaman. Hak Cipta memberikan perlindungan terhadap karya-karya cipta di bidang Seni, Sastra dan Ilmu Pengetahuan dan pemberian hak cipta itu didasarkan pada
kriteria keaslian sehingga yang penting adalah bahwa ciptaan itu harus benarbenar
berasal dari pencipta yang bersangkutan, bukan merupakan jiplakan maupun tiruan karya pihak lain. Ditentukan pula oleh Undang Undang Hak Cipta, bahwa Hak Cipta adalah hak khusus bagi Pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang- undangan yang berlaku.
Dari ketentuan tersebut terlihat bahwa hak cipta diberikan secara khusus kepada
pencipta, oleh karena itu pencipta memiliki hak monopoli terhadap ciptaannya. Di
dalam Pasal 11 Undang Undang Hak Cipta telah ditentukan ciptaan apa saja yang dilindungi yang semuanya berada dalam ruang lingkup ciptaan di bidang Seni, sastra dan ilmu pengetahuan, sebagai berikut :
a. buku, program komputer, pamflet, susunan perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya;
b. ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan lainnya yang diwujudkan dengan caradiucapkan;
c. alat peraga yang dibuat untuk kepentingan ilmu pengetahuan;
d. ciptaan lagu atau musik dengan atau tanpa teks, termasuk karawitan, dan rekaman suara;
e. drama, tari (koreografi), pewayangan, pantomim;
f. karya pertunjukan;
g. karya siaran;
h. seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni patung, kolase, seni terapan yang beripa seni kerajinan tangan;
i. arsitektur;
j. peta;
k. seni batik;
l. fotografi;
m. sinematografi;
n. terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, dan karya lainnya dari hasil pengalihwujudan.
Hak Cipta ini diberikan terhadap ciptaan yang berwujud atau berupa ekspresi yang dapat dilihat, dibaca , didengarkan dan sebagainya. Hak Cipta tidak melindungi ciptaan yang masih berupa ide. Oleh karena itu agar suatu ciptaan dapat dilindungi, maka ciptaan itu harus diekspresikan terlebih dahulu dan sejak telah diekspresikan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi, sejak saat itu pula ciptaan itu sudah dilindungi.
b. Merek.
Merek adalah suatu tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angkaangka,
susunan warna atau kombinasi dari unsure-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa (pasal 1 butir l UU Merek)
Dari pengertian tersebut secara umum diartikan bahwa merek adalah suatu tanda untuk membedakan barang-barang yang dihasilkan atau diperdagangkan seseorang atau sekelompok orang atau badan hukum yang memiliki daya pembeda yang digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa, sehingga tanda tersebut mampu memberi kesan pada saat seseorang melihat merek tersebut.
Undang Undang membedakan merek menjadi 2 (dua), yaitu merek dagang dan merek jasa. Merek Dagang adalah tanda yang digunakan pada barang yang diperdagangkan untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya, sedangkan merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan untuk membedakan dengan jasa sejenis lainnya.
Menurut Undang-undang Merek agar suatu merek memperoleh hak atas merek, maka pemilik merek harus mendaftarkan mereknya tersebut pada kantor merek, dengan demikian agar suatu merek dapat diterima pendaftarannya, maka harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Undang-undang Merek dan timbulnya hak atas merek tersebut apabila merek yang didaftarkan tersebut diterima pendaftarannya oleh kantor merek.
Pasal 3 Undang Undang nomor 19 Tahun 1992 jo. Undang Undang nomor 14 Tahun l997 menentukan bahwa hak atas merek adalah Hak khusus yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu menggunakan sendiri merek tersebut atau memberi izin kepada seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk menggunakannya Hak khusus yang diberikan tersebut berfungsi untuk memonopoli, sehingga hak tersebut mutlak pada pemilik merek dan dapat dipertahankan terhadap siapapun, selain itu hak atas merek ini hanya diberikan kepada pemilik merek yang beritikad baik, sehingga orang lain/badan hukum lain tidak boleh menggunakan merek tersebut tanpa ijin.
Suatu merek dapat disebut merek apabila memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Undang Undang Merek dan permintaan pendaftaran merek hanya dapat dilakukan oleh pemilik merek yang beritikad baik .
Dalam pasal 5 Undang Undang Merek ditentukan mengenai merek yang tidak dapat didaftarkan bilamana mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
a. bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum;
b. tidak memiliki daya pembeda;
c. telah menjadi milik umum atau;
d. merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimintakan pendaftaran.
Selain itu suatu permintaan pendaftaran juga ditolak jika mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan merek yang sudah terkenal milik orang lain yang sudah terdaftar terlebih dahulu untuk barang dan atau jasa yang sejenis maupun yang tidak sejenis sepanjang memenuhi persyaratan tertentu yang akan ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (pasal 6 ayat 3 dan 4).
Sedangkan pengertian suatu merek mempunyai persamaan pada pokoknya bilamana ada kesan yang sama antara lain mengenai bentuk, cara penempatan, atau kombinasi antara unsure-unsur maupun persamaan bunyi ucapan yang terdapat dalam merek-merek yang bersangkutan.(penjelasan pasal 6 ayat 1 UU Merek) Menurut pasal 6 ayat 2 , permintaan pendaftaran merek akan ditolak, jika:
a. merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, dan nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak;
b. merupakan peniruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang, atau symbol atau emblem dari negara atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas setujuan tertulis dari pihak yang berwenang;
c. merupakan peniruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh negara atau lembaga pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang; atau
d. merupakan atau menyerupai ciptaan orang lain yang dilindungi Hak Cipta, kecuali atas persetujuan tertulis dari pemegang Hak Cipta tersebut. Penggunaan merek milik orang lain banyak dilakukan orang atau badan hukum, mereka menggunakan merek tersebut tanpa ijin pemiliknya, hal ini tentu akan merugikan pemilik merek yang terdaftar. Biasanya merek yang digunakan secara melawan hukum ini adalah merek terkenal.
Menurut Insan Budi Maulana, merek dapat dianggap sebagai “roh” bagi suatu produk barang atau jasa. Menurut Penjelasan Umum Undang Undang Merek, perlindungan terhadap
merek terkenal didasarkan pertimbangan bahwa peniruan merek terkenal milik orang lain pada dasarnya dilandasi itikad tidak baik, karena mencari ketenaran merek orang lain, sehingga seharusnya merek tersebut tidak mendapatkan perlindungan hukum, sehingga untuk ini, permintaan pendaftaran merek terkenal milik orang lain harus ditolak.
Penolakan pendaftaran merek terkenal ini meliputi untuk barang sejenis maupun yang tidak sejenis (pasal 6 ayat 4).
Selain penolakan pendaftaran atas merek terkenal milik orang/badan hukum lain,
perlindungan terhadap merek terkenal dapat pula dilakukan melalui gugatan
pembatalan pendaftaran merek yang dilakukan tanpa hak, gugatan itu diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Terhadap putusan Pengadilan Negeri yang memutuskan pembatalan tidak dapat diajukan permohonan Banding, tetapi langsung mengajukan permohonan Kasasi atau Peninjauan Kembali.
b. Paten
Obyek pengaturan paten adalah suatu penemuan baru di bidang teknologi yang dapat diterapkan di bidang industri, sebagai ilmu pengetahuan yang diterapkan dalam proses industri, teknologi lahir dari kegiatan penelitian dan pengembangan. Kegiatan tersebut berlangsung dalam berbagai bentuk, ada yang secara sederhana tetapi ada pula yang dilakukan dengan cara yang sulit dan memakan waktu yang lama melalui lembaga Penelitian dan Pengembangan (Research and Development) Pasal 1 butir 1 Undang Undang Paten menentukan :
Paten adalah hak khusus yang diberikan negara kepada penemu atas hasil penemuannya di bidang teknologi, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada orang lain untuk melaksanakannya.
Hak khusus yang terdapat dalam paten merupakan hak ekslusif, yaitu hak untuk melaksanakan paten yang dimilikinya dan melarang orang lain yang tanpa persetujuannya membuat, memakai, menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan hasil produksi yang diberi paten.
Untuk mendapatkan hak khusus tersebut penemu atau pemegang paten harus mendaftarkan penemuannya tersebut pada kantor paten Setelah penemu atau pemegang paten memperoleh hak khusus, maka penemu atau pemegang paten memperoleh hak monopoli atas penemuannya tersebut untuk jangka waktu 20 tahun sejak penerimaan permintaan paten, setelah itu paten akan menjalankan fungsi sosialnya dan menjadi milik umum. Hal ini berarti setiap orang (masyarakat) bebas untuk menggunakan paten tersebut tanpa meminta ijin dari pemilik paten dalam hal ini tidak dianggap pelanggaran hak paten. Dengan kata lain bila jangka waktu paten berakhir, maka hapuslah hak paten tersebut.
Pasal 1 butir 3 menjelaskan mengenai apa yang dimaksud dengan penemu, yaitu seorang yang secara sendiri atau beberapa orang secara bersama-sama, melaksanakan kegiatan yang menghasilkan penemuan.
Ketentuan ini merupakan perubahan dan penyempurnaan dari ketentuan lama dengan menghapus kata “badan hukum” sebagai penemu, karena yang dapat melakukan penelitian dan menghasilkan penemuan adalah manusia, badan hukum tidak dapat.
Sedangkan yang dimaksud dengan penemuan menurut pasal 1 butir 2 UU Paten adalah kegiatan pemecahan masalah tertentu di bidang teknologi, yang dapat berupa proses atau hasil produksi atau penyempurnaan dan pengembangan proses atau hasil produksi. Dalam pengertian ini yang dimaksud dengan penemuan adalah kegiatan pemecahan masalah atau idea, sehingga bukan barang atau bendanya.
Penemuan di bidang teknologi baik yang berupa proses atau hasil produksi yang dapat diberi paten harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Penemuan tersebut harus baru.
2. Mengandung langkah inventif.
3. Dapat diterapkan dalam industri.
Ad 1. Suatu penemuan dianggap baru, jika pada saat pengajuan permintaan paten, penemuan tersebut tidak sama atau tidak merupakan bagian dari penemuan terdahulu, artinya penilaian kebaruan suatu penemuan ditentukan atas dasar pada saat permintaan paten, penemuan tersebut tidak merupakan bagian dari penemuan yang telah ada atau tidak merupakan bagian dari penemuan yang terdahulu, selanjutnya penemuan tersebut tidak diumumkan baik di Indonesia maupun di luar Indonesia dalam bentuk tulisan atau uraian secara lisan atau melalui peragaan atau cara lain yang memungkinkan seorang ahli untuk melaksanakan penemuan tersebut.
Ad 2. Suatu penemuan mengandung langkah inventif, jika penemuan tersebut bagi seorang yang mempunyai keahlian biasa mengenai teknik merupakan hal yang tidak dapat diduga sebelumnya (pasal 2 ayat 2 UU Paten), sedangkan penilaian bahwa suatu penemuan merupakan hal yang tidak dapat diduga sebelumnya harus dilakukan dengan memperhatikan keahlian yang ada pada saat diajukan permintaan paten atau yang telah ada pada saat diajukan dengan hak prioritas (pasal 2 ayat 3 UU Paten). Langkah inventif ini dalam pemeriksaan substansi adalah bagian yang paling sulit dan selalu menjadi perdebatan. Katakata
langkah inventif berkaitan dengan pemikiran yang kreatif, sedangkan kata langkah berkenaan dengan jarak: satu langkah, dua langkah lebih dahulu dari keadaan semula, jadi langkah inventif berarti kemajuan daripada the state of the art.
Ad 3. Suatu penemuan dapat diterapkan dalam industri jika penemuan tersebut dapat diproduksi atau dapat digunakan dalam berbagai jenis industri (pasal 5 UU Paten). Dalam hal ini penemuan tersebut harus dapat diterapkan dalam industri atau diproduksi, karena penemuan tersebut tidak dapat diterapkan dalam industri atau diproduksi, maka penemuan tersebut hanyalah merupakan teori yang mendapatkan perlindungan Hak Cipta.
Undang Undang Paten memberikan ketentuan mengenai penemuan-penemuan yang tidak dapat dimintakan paten, yaitu : Paten tidak diberikan untuk (pasal 7):
a. Penemuan tentang proses atau hasil produksi yang pengumuman dan penggunaan atau pelaksanaannya bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku, ketertiban umum atau kesusilaan;
b. Penemuan tentang metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan hewan, tetapi tidak menjangkau produk apapun yang digunakan atau berkaitan dengan metode tersebut;
c. Penemuan tentang teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika.
Ada 2 ketentuan yang dihapuskan oleh Undang Undang Paten 1997, yaitu .
1. Penemuan tentang proses atau hasil produksi makanan dan minuman termasuk hasil produksi berupa bahan yang dibuat melalui proses kimia dengan tujuan untuk membuat makanan dan minuman guna dikonsumsi manusia dan atau hewan;
2. Penemuan tentang jenis atau varietas baru tanaman atau hewan atau tentang proses apapun yang dapat digunakan bagi pembiakan tanaman atau hewan beserta lainnya.
Penghapusan kedua ketentuan di atas dilakukan berdasarkan penilaian bahwa untuk mencukupi kebutuhan pangan yang sangat penting artinya bagi rakyat justru sangat diperlukan dan perlunya didorong upaya penelitian dan pengembangan ke arah penemuan baru di bidang teknologi yang dapat menghasilkan bahan pangan, baik dalam ragam, jumlah dan kualitas yang sebanyak-banyaknya , karena kegiatan penelitian dan pengembangan itulah yang menghasilkan teknologi yang diperlukan.

Pengertian HAKI

Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) atau Hak Milik Intelektual (HMI) atau harta intelek (di Malaysia) ini merupakan padanan dari bahasa Inggris Intellectual Property Right. Kata "intelektual" tercermin bahwa obyek kekayaan intelektual tersebut adalah kecerdasan, daya pikir, atau produk pemikiran manusia (the Creations of the Human Mind) .
Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) adalah hak eksklusif Yang diberikan suatu peraturan kepada seseorang atau sekelompok orang atas karya ciptanya. Secara sederhana HAKI mencakup Hak Cipta, Hak Paten Dan Hak Merk. Namun jika dilihat lebih rinci HAKI merupakan bagian dari benda , yaitu benda tidak berwujud (benda imateriil).
Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) termasuk dalam bagian hak atas benda tak berwujud (seperti Paten, merek, Dan hak cipta). Hak Atas Kekayaan Intelektual sifatnya berwujud, berupa informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, seni, sastra, keterampilan Dan sebaginya Yang tidak mempunyai bentuk tertentu.